Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Showing posts with label Perang dan Cinta. Show all posts
Showing posts with label Perang dan Cinta. Show all posts

Wednesday, 12 December 2018

Review Film: Widows 2018: Tamparan pada Kesombongan politik kulit putih lewat nyanyian para wanita teraniaya




Sejarah manusia adalah sejarah penindasan perempuan, era feodal, para raja menjadikan perempuan sebagai legitimasi kekuasaaan. Semakin banyak selir semakin berkuasa, hari ini.. para laki laki mengadaptasi itu.. semakin banyak istri, semakin jantan..


.
Sutradara film 12 Years A Slave  Steve Mcqueen, hadir dengan karya terbarunya berjudul Widows. Yg diadaptasi dari serial TV berjudul sama di tahun 1983. Difilm ini, dia juga mengajak Gillian Flynn, penulis Gone Girl untuk menggarap naskahnya. Kolaborasi yang terbukti menghadirkan film yang menghibur.
Kebanyakan film sejenis dibangun di atas kejeniusan para pelaku, didalangi oleh sekelompok orang yang biasanya memiliki perencanaan dan kemampuan untuk melancarkan perampokan. Namun Widows berbeda. Sebuah plot perampokan yang dilakukan para janda teraniaya tanpa kemampuan heroistik.

Para janda itu digerakan oleh Arus emosi yang kuat— ketimpangan sosial, kemuakkan pada korupsi, dan serangan langsung pada sistem omong kosong yang mencuri dari orang miskin juga pesan kemarahan para wanita yang diperlakukan semena-mena.

Film ini bekerja secara bersamaan— Murni sebagai hiburan, juga sebagai warning bahwa pada level yang tak tertahankan, perempuan yang teraniaya mampu melakukan hal2 yang tidak terduga.



McQueen membuka filmnya dengan hentakan adrenalin, ketika sekelompok penjahat yg dipimpin oleh Harry Rawlings diperankan Liam Neeson, terjebak dalam perampokan yang gagal. Mereka terbunuh dalam sebuah mobil yang meledak. Sekelompok penjahat ini, meninggalkan istri istri yang harus menghadapi berbagai persoalan yang ditinggalkann suaminya.

Disaat bersamaan, kampanye untuk pemilihan walikota berlangsung di Kota Chicago. Kontestasi yang mempertemukan dua penjahat lokal. Dititik ini, Colin Farrell dan  Brian Tyree Henry berhasil menggambarkan perseteruan politik.yang kotor dan penuh intrik.

Veronica istri mendiang Harry harus menghadapi Jamal Maning, penjahat yang memintanya bertanggung jawab atas uang yang dicuri suaminya. Dia pun mengumpulkan mantan istri kru suaminya untuk melakukan perampokan. Detil perampokan itu dia ambil dari buku catatan yang ditulis oleh suaminya.

McQueen menyatukan banyak kepribadiaan dalam satu atap, karakteristik para janda yang ditinggal mati suaminya. Veronica memainkan peran sebagai leader, seorang wanita Afro Amerika yang menikahi laki laki kulit putih. Kematian suaminya menyadarkannya bahwa hidupnya sebenarnya sudah lama hilang ketika anak mereka terbunuh secara tak sengaja oleh polisi.
Kita juga akan bertemu Alice, seorang wanita yang rapuh dan dilecehkan ibunya ( Jacki Weaver ), seorang ibu yang hampir tidak memperlakukannya lebih baik daripada suaminya yang juga mengerikan. Ada juga Linda, seorang ibu dua anak yang baru saja membuka tokonya sendiri.  dan Amanda, yang memiliki seorang anak berusia 4 bulan. Amanda tidak terlalu sering dimunculkan namun skenario bahwa Harry ternyata masih hidup dan memiliki affair bersama Amanda cukup mengejutkan.

Well.. Bahkan ketika kita harus berpikir keras, lalu menganggap bahwa ini cuma kebetulan..
Alice, Linda, dan Veronica masing-masing adalah Polandia, Latin, dan Afro, tidak peduli perbedaan ekonomi mereka. Jelas sekali, McQueen memunculkan ragam karakter yang tidak dipaksakan.

Ketika Tom Mulligan mengatakan, "Satu-satunya hal yang penting adalah kita bertahan hidup," statemen yang secara tak sadar menyatukan para janda ini untuk bertahan dari persoalan2 yg mereka hadapi.
Ada pesan rasial disini, bagaimana ketika Veronica berteriak kepada Harry.. silahkan pergi kepada wanita kulit putihmu itu, juga kritik pada polisi yang seenaknya menembak pemuda kulit hitam. Kepiluan wanita afro amerika yang meratapi kematian putra satu satunya dan penghianatan suaminya.

McQueen dan Flynn berhati-hati untuk tidak pernah membiarkan film mereka tercebur dalam perdebatan politik. Walau drama nya menghibur tapi film ini juga menyelipkan kritikan pada kesombongan dalam mempertahankan warisan politik kulit putih, tamparan itu lewat nyanyian para janda teraniaya.

Dengan layar bertabur bintang, Widows menjadi film yang sangat layak untuk ditonton. Viola Davis, Michelle Rodriguez, Elizabeth Debicki, dan Cynthia Erivo memainkan karakter para janda dengan berbagai persoalannya. Dibantu oleh Liam Neeson, Collin Farrel, john Bernthal, Manuel Garcia-Rulfo, Coburn Goss, Brian Tyree Henry. Kemunculan Daniel Kaluuya semakin mempertegas bahwa Widows adalah kumpulan para peraih piala, dan nominasi academy awards. Berjalan ringan dengan plot yang berliku namun sangat mudah dicerna.



Wednesday, 27 April 2016

Kulihat diriku didalam dirimu...

Aku menghirup udara bisu malam ini, udara yang berhembus dari gunung tinggi tempatmu bertahta, ada rindu yang selalu datang menyerangku. Dipagi hari ketika aku terbangun dan menyebut namamu lalu kau pun berceloteh tentang hari yang kau jalani. Tentang kereta, tentang kuda poni, tentang ikan ikan dikolam yang lupa kau beri makan. Seiring matahari naik kepuncak langit menjadi musik latar ribuan pertanyaanmu, ini apa? Sepolos itu dunia memelukmu memberimu waktu untuk mencari apa yang ingin kau cari. Untuk melihat apa yang ingin kau lihat..

Bila kelak, ketika kau pun menua dan rambutmu memutih, kulitmu bersandar pada tulangmu yang ringkih sambil mengenang masa mudamu. Barangkali, aku sudah tidak ada disana... kenanglah, petualangan petualangan kecilmu, masa dimana ketika kau gusar dan labil, hal-hal gila yang menakjubkan. Tapi saat ini, nikmati dulu dirimu,  lepaskan ikatan agar kau bebas untuk bermain dengan dunia tanpa filsafat, tanpa ideologi ideology, tanpa doktrin dan rumus rumus eksata, bebaskan dirimu dari ketiadaan karena apapun yang kelak kau miliki akan memilikimu.


Aku adalah kata kata yang kau sebut ketika pertama kali kau belajar mengendarai awan dan irama yang mengiringimu berdansa didalam hujan itu adalah aku yang menjaga untuk tetap hangat. Maaf, jika aku pernah lupa melukis salju dan abai membiarkan dingin menggelitikmu. Jubah kecil dan topi putih tak akan pernah bisa mengganti apapun namun akan tiba saatnya ketika kau tak bisa lagi jauh. Didalam lingkaran mataku, dalam jangkauan dekapanku. Karena didalam diriku ada dirimu dan aku selalu melihat dirimu didalam diriku.

 

 

  *kepada huruf R yang sedang bermain...











Friday, 6 November 2015

Dunia bisa saja terlihat indah saat kita online, namun belum tentu sama saat kita offline!



"Barangkali, status-status menyenangkan dan emoticon smile atau like yang kau tulis di media sosial hanyalah topeng untuk menutupi karaktermu yang membosankan didunia nyata"


Hari ini,
Kita begitu gegap gempita dengan kemajuan zaman. Dunia memasuki babak baru dimana revolusi teknologi menjadi konsekuensi logis dari masyarakat konsumtif. Gadget, handphone pintar, laptop dengan layar sentuh atau televisi super canggih dengan koneksi internet yang mampu menjelajah melebihi kecepatan pesawat. Teknologi telegram sudah usang, pita kaset jadi sejarah, film film hitam putih dimuseumkan. Wartel tidak di-ingat lagi, dan telepon koin? Sudah mati.
Kita disuguhkan pada pemandangan delutif tentang bagaimana berkomunikasi yang lebih efisien. Menjalin konektifitas, bersosialisasi hanya bermodalkan layar sentuh. Semuanya mudah, nyaman, langsung dan cepat.

Media sosial menjadi bagian tak terhindari dari perilaku keseharian kita. Ditengah kompetisi hidup dengan pressure tinggi. Tentu saja, hampir sudah tidak ada waktu untuk bersosialisasi sekedar menyapa tetangga, teman, atau bersua dengan kerabat bahkan bercinta dengan kekasih. Pekerjaan telah merampas lebih dari sebagian waktu yang dimiliki para pekerjanya. Media sosial adalah penemuan paling fenomenal di-era ini. Geger-nya melampaui kegegeran dunia ketika Alessandro Volta menemukan listrik dipermulaan abad 18. Media sosial adalah obat mujarab bagi penyakit keterasingan dunia modern. Pelipur lara bagi kesepian manusia manusia robotic. Tentu saja, itu adalah sebuah terobosan super hebat.
Kita bisa menjalin pertemanan erat dimedia sosial, gadis-gadis bisa arisan hanya lewat facebook, kita bisa mengkritisi pejabat di twitter, melihat trailer film baru di youtube. Mendownload musik dari dailymotion, torrent, ganool dan sebagainya. Mengupload foto makanan di Instagram, path, pinterest, mencari informasi tentang Tuhan di Google, Bing, Yahoo. Mendengarkan khutbah tentang kitabsuci dengan live streaming. Kita juga bisa bercinta lewat chating di whatsapp, di-snapchat, BBM dan aplikasi yang bertebaran dihandphone pintar.
Semua aktifitas itu bisa kita lakukan dimana saja. Di-kantor, di rumah, di halte, di dalam taxy, dalam bus, didalam bajaj, bahkan diatas motor ojek yang sedang melaju. Sambil nyetir, sambil tiduran, sambil makan, sambil buang air pun kita bisa membalas komentar kenalan dimedia sosial. Saat sedang meeting pun kita bisa sambil meretwit banyolan Mario Teguh. Dalam perjalanan pulang kerja kita bisa update status atau membalas chat kawan di-Eropa meski kita lagi nangkring ditoilet umum. Kita juga bisa menunjukan diri lewat skype untuk kekasih jauh (yang tidak percaya bahwa kita sedang beribadah di masjid, gereja atau di pura). Hebatnya lagi, kita-pun bisa orgasme hanya dengan video call.


Yeah, karena begitu mudahnya... maka Teknologi tidak saja mengubah cara manusia berkomunikasi tapi merevolusi bagaimana manusia bercinta. 



Kemajuan teknologi komunikasi dan perkembangan media sosial berhasil membebaskan kita dari keterbatasan waktu. Mengubah rutinitas monoton menjadi kebiasaan yang menyenangkan. Bayangkan, kita tidak perlu membuang-buang waktu untuk mengunjungi handai taulan yang sedang hajatan. Sekedar mengucapkan selamat ulang tahun atau belasungkawa bisa dilakukan dimedia sosial. Bukan hal yang aneh jika kita melihat orang senyum-senyum sendiri sambil memandangi handphone-nya atau orang yang ngamuk-ngamuk dengan memelototi gadget. Bukan hal lucu lagi jika permusuhan terjadi karena komentar-komentar di media sosial. Lihat? Semua realitas terserap dilayar sentuh itu. Apakah itu benar-benar membebaskan kita? Iya! Awalnya. Hingga kemudian dunia pun menjadi autis dengan sendirinya. Keramaian disekitar kita tak ada artinya, semua itu tak pernah terjadi jika orang lain tidak melihatnya berupa foto atau video dimedia sosial. No pict itu hoax. Orang orang tak lagi diam,semua punya aktifitas masing masing dengan kybord berukuran mini di handphone-nya. Seorang pertapa didalam goa yang hanya berteman bau dupa dan anjing kecil pun tidak akan merasa sunyi jika memiliki koneksi internet. Siapa yang tahu? Jika didalam goa itu dia sedang sibuk twitwar di twitter? Atau sedang asyik masyuk membalas komentar di foto-nya yang baru di upload di-facebook. Atau bisa saja di goa itu, sekedar untuk selfie atau update status lokasi-nya di Path?  Coba tanyakan itu pada anjing kecilnya.
Media sosial telah mengobati kesepian, menyelamatkan kebosanan, menyelamatkan banyak hal. Lihat saja, beberapa dinasti politik di Timur tengah luluh-lantah? dari Tunisia, Kairo, Libia hingga Suriah bergolak karena pesan berantai dimedia sosial.
Kerennya lagi, media sosial adalah tempat sembunyi paling rahasia dari kenyataan hidup yang pahit. Kita bisa berpura-pura baik di twitter untuk menyembunyikan karakter kita yang pendendam. Kita juga bisa berperan sebagai manusia bijaksana difacebook untuk menyembunyikan prilaku kita yang koruptif. Barangkali, kita adalah pribadi yang sangat membosankan didunia nyata tapi dimedia sosial kita bisa jadi apa saja. Kita bisa menjadi pribadi yang menyenangkan, terlihat begitu ceria, bahagia dan bersahabat. Walau saat kita offline, bahkan tetangga-pun tidak tahu siapa kita. Hey bukankah dunia ini begitu manis saat kita online?


Hari ini, kualitas hidup tidak ditentukan dari berapa banyak orang yang berkunjung kerumah kita, atau berapa orang kawan yang datang saat kita terbaring dirumah sakit. Kualitas hidup kita dinilai berdasarkan berapa banyak teman di facebook, berapa ‘like’ dialbum foto virtual,  berapa followers kita di instagram, di twitter atau dari berapa banyak emoticon smile di path saat kita update status. Itulah kualitas hidup kita.


Jelas, keterasingan sudah dibebaskan oleh perkembangan media sosial namun pada akhirnya semua itu segera memunculkan keterasingan lain yang lebih mengerikan, lebih terkutuk. Keterasingan yang lebih menggigil dari dingin kutub utara. Kita sudah tidak bisa lagi membedakan mana yang virtual, mana yang real. Dunia menjadi delusional. Orang orang sibuk menghitung statistik pertemanan bukan diruang nyata. Para laki-laki robotic jumawa dengan twit-twitnya yang diretwit ratusan orang dan para wanitanya terbuai oleh berapa banyak ‘Like’ dialbum virtualnya. Ke-maya-an yang bermetamorfosis menjadi hyperrealitas. Ironisnya, bukan hal yang aneh jika portal berita memberitakan trending topik di twitter dan apa yang sedang ramai di facebook atau di youtube. Karena apa yang sedang jadi viral dimedia sosial lebih dibaca orang daripada harga cabe yang melambung tinggi.


Kau bisa mengupload foto atau video apa saja dimedia sosial tapi kau tidak akan pernah bisa mengupload cinta. Kau bisa menemukan siapa saja yang ingin kau temukan, mendownload lagu atau video-video yang membuatmu senang tapi kau tidak akan pernah bisa mendownload kebahagiaan.


Kita bisa jadi apapun yang kita mau diruang virtual, mencitrakan diri sebebas-bebasnya. Memenangkan kompetisi ke-maya-an, Kita bisa menciptakan realitas sesuai keinginan kita tapi realitas itu hanya eksis ketika kita online karena pertempuran hidup yang sesungguhnya adalah saat semua gadget, handphone atau laptop berubah offline. Lalu suara disekitar kita berbisik " Hey, sudah makan belum" Itulah hidup yang sesungguhnya.
Karena didunia yang begini sulit, apakah ada yang lebih menyenangkan dari jabat tangan seorang kawan? Apakah ada yang lebih membahagiakan selain pelukan seorang kekasih? Dan semua itu tidak ada dimedia sosial.
Dan sebagaimana layaknya media, jadikanlah media sosial sekedar media yang hanya eksis sebagai media. Bukan sebuah realitas utuh


Jakarta, November 2015

note: source gbr .kompasiana.com


Friday, 10 October 2014

Salah satu hal yang paling sulit dilakukan adalah mengingkari kegagalan.

tentang orang orang yang kalah...



Malam itu tanggal berapa? Entah.
Aku duduk diberanda menikmati angin yang membelai rambutku, ketika orang lain terlelap dalam suasana yang hening. Dering telepon mengabariku sesuatu. Dunia pun menjadi benderang bukan saja dalam artifisial tapi sejauh yang bisa kulihat semuanya begitu berwarna, kelap kelip, gemilang.
Apa yang kau ucapkan dibibirmu, seperti membebaskanku dari kutukan, ditengah jerit kesulitan, kamu hadirkan hal yang tak pernah kupikirkan sebelumnya.
Aku kegirangan, seperti bocah yang mendapatkan mainan. Melompat turun dari kursi seakan menembus ruang waktu, aku menjadi raja, menjadi istimewa dari segala yang pernah ada, aku bertahta dalam mahkota yang tak ternilai. Aihh! Terimakasihku untukmu.
Kamu tahu kan? Ketika manusia terbiasa dengan ketiadaan, mereka pun jadi penakut bahkan takut untuk bermimpi. Ketika kita begitu akrab dengan kegagalan, kita pun terbiasa dengan kekalahan.
Aku jenuh mendengarkan Mario Teguh atau motivator atau orang orang bijak yang bilang bahwa kesuksesan itu adalah buah dari banyak kegagalan. Gagal ya gagal! Kalah ya kalah! Thats it.
Orang orang hanya menilai kita dari apa yang bisa kita raih, bukan berapa kegagalan saat kita mencobanya. Ia kan? Ini dunia nyata. Bukan dunia yang dibangun dari kantong ajaib Doraemon. Kenyataan tak semanis roti keju yang kamu taburi susu tiap pagi. Presiden tidak bisa mengubah kisah putri salju menjadi non fiksi. Kumpulan manusia yang ada disekitar kita adalah masyarakat konsumtif, beberapa dari mereka mungkin tidak tapi yang jelas mereka bukan anime. Pun juga kita.
Tapi kamu, memberi perbedaan. Apakah kamu tau itu?
Hal hal hebat yang kita jalani, kebersamaan yang kita lewati, senyum, amarah, perdebatan gila yang kadang membuat kita kehilangan kontrol, lupa diri, irrasional. Semua itu edan! Bukankah itu cinta? Itu dongeng yang kita ciptakan dan selamanya akan mengikat kita.
Aku begitu bersemangat saat itu, membayangkan surga yang pernah kubaca dibeberapa buku, aku sudah jauh membayangkan berlari dipuncak gunung, berlabuh didermaga, bandara dan kota kota yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku bermimpi. Seperti mimpi seorang kenek bus kota mendapatkan bus nya sendiri.
Kamu hadirkan impian, melewati batas batas dogma, suka bangsa dan ras. Semua tak berarti bagi kita. Kamu begitu manis dalam tidurku. Dan aku hanya ingin mengingatmu seperti itu. Aku sudah memberikan semua yang aku miliki dalam kepapaanku, semangat, kerja keras, pertahanan diri  dari hidup yang memaksaku binasa dan kesinisan dunia, aku sudah berikan semuanya untukmu bahkan kemarahanku.
Aku mencintaimu dan aku tidak punya apa apa lagi.

Pada suatu ketika, aku akan ambil kembali semua kegagalan itu, karena sesungguhnya tidak ada orang yang ditakdirkan nyaman dalam kekalahan bahkan seorang pecundang pun tidak selamanya berada dalam hujan. Hidup bukanlah tentang meratapi atau menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana kita belajar menari didalamnya. Dalam badai, dalam nestapa. Kegagalan tidak pernah dimaknai sebagai kegagalan sampai kita benar benar menyerah dan aku tidak akan pernah menyerah, tidak akan pernah tunduk pada kegagalan, aku akan berjuang meski hanya sampai satu kemenangan terakhir yang tersisa dibumi. Aku pasti bisa! Dan aku berharap, kau ada disisiku saat itu.



Saturday, 28 June 2014

Maaf, Aku Tak Bisa Menggenggam Tanganmu Ketika Kita Menyebrang Jalan.

 

 

Make me immortal with a kiss -Christopher Marlowe-


"Ini untukmu..
 Sosok yang kerap terabaikan namun melekat seperti bayangan.
Pada hari hari lampau yang kita jalani, statiun kereta, halte bus kota atau warung warung makan pinggir jalan. Derap kaki tunawisma yang tak memiliki ranjang, derita kesusahan dan kesempatan yang begitu terbatas. 
Sesederhana itu juga aku mengenangmu"



"Ini untukmu…
Tubuh yang dirantai ikrar, dipeluk norma yang membuatmu tak bisa kugenggam ketika menyebrang jalan. Malam malam sunyi yang kita lewati menikam dibalik kata kata pada lampu redup dikamar penginapan. Sementara diluar ruangan, dunia berputar melewati kita. Menyimpan kutukan dan penghakiman seperti ramai berita tv yang memuja koruptor dibalik jerit kemiskinan.

Sesendu itu aku mengenangmu"







The hunger for love is much more difficult to remove than the hunger for bread. -Mother Teresa-



Sesungguhnya, aku lelah dengan perang ini- masalalu adalah kisah yang sepenuhnya tak bisa kita selesaikan. Aku sudah coba meyakinkanmu untuk melupakan semua itu. Menjagamu dari asumsiku sendiri. Tapi semua tak pernah bisa mudah. Kamu seperti berdiri sendiri dengan keyakinanmu sementara aku percaya pada pikiranku. Kita seperti memiliki Tuhan yang berbeda. Ah, betapa perihnya perdebatan ini.
Aku menolak untuk mengingat, dan apakah kamu tahu? Sesak-nya menahan ingatan ingatan itu. Kenapa kita tidak bisa saling memahami? Menyingkirkan semua hal yang merusak imajinasi kita.

Aku tak ingin kamu terus mengucurkan airmata. Tapi aku tahu, bahwa hatiku akan berdarah-darah. Membuka luka yang bisa menghancurkan kita. Dan entah kapan memulai proses penyembuhannya, aku tak ingin ada lagi rasa sakit. Aku mencintaimu.. dan aku menolak berpikir, menolak mengingat.
Masalalu memang tidak bisa diubah tapi masa depan bisa kita ubah, demikian seorang pecundang lama pernah bilang. Tentu, banyak kenangan dibelakang sana, kisah itu seperti buku yang usang dengan seribu makna. Kita bisa tertawa mengenangnya, kadang kadang kita juga bisa menangis. Tapi keseluruhan dari masalalu adalah omongkosong. Dan aku berharap kita bisa menghapusnya dengan kisah kita yang baru. Aku benci masalalu... dan jangan ingatkan aku tentang itu. 

Coba jejali memorymu tentang berapa banyak fly over yang kita lewati dan berapa kilometer jalan kota yang kita lalui. Tentang sepi sepi juga api gelora saat kita bersama. Ingat juga tentang makanan yang pernah kita makan. Juga canda tawa ketika senja menjemputmu. Aku ada disana, disisimu saat kita tersesat dijalan kimia, gagal nonton karena macet lalu tiba tiba hujan. “is not about the movie, is about the moment” aku terpaku dikalimat itu.
Hey, aku ada disana, bersama keterasinganku yang rapuh, seperti kamu yang rapuh dalam pelukanku...


Aku melukismu dalam seribu bayangan, pada rasa sakit yang menikamku juga serpihan serpihan kisah yang tidak sepenuhnya kita miliki. Ada banyak alasan kenapa semua tidak bisa menjadi utuh. Dan ada banyak alasan kenapa aku tidak bisa menggenggam tanganmu saat kita menyeberang jalan ditengah muntahan kendaraan dari Menteng hingga Tebet. Entah berapa fly over menuju hatimu? Menembus jantung kemacetan, dirintangi puluhan lampu merah lalu sampai pada harapan- harapan yang indah-
Aku memikirkanmu tiap saat dalam hidupku, dalam ramai dan sepi. Bersama cinta yang berdegup kencang juga gairah yang meledak ledak. Kamu adalah api dan aku dinamitnya.
Aku tak pernah berpikir kita bisa sampai dititik ini, perjalanan panjang dan rahasia seperti aksi spionase difilm film mafia. Tapi kita bukan kriminal, bukan pula penjahat. Kita hanya bertemu diwaktu yang tidak tepat dan diruang yang tidak seharusnya. 
“Bukan soal siapa yang pertama datang, bukan pula siapa yang paling lama hadir, ini soal siapa yang datang dan tidak pergi”.  
Tapi siapa kita? Ditengah dunia yang begini ramai oleh ambiguitas kita hanyalah sepasang cinta yang terhukum oleh moralitas yang mengesampingkan kebahagiaan. Apapun pembelaan yang kita utarakan, kita tetaplah dikutuk oleh peraturan tak tertulis.
Hey, aku cinta kamu dan kamu cinta aku. Sudah cukup begitu saja.

Malam ini, aku sedang menghamburkan banyak titik titik tanpa koma pada semburat langit jingga, sebab aku tak mau mengakhiri puisi tentangmu. Tapi bait berikutnya, biarlah hanya akan jadi rahasia kita. Seperti pada saat nanti ketika aku titipkan bunga didirimu. Bunga itu akan menguncup lalu mekar pada sembilan musim berikutnya. Bunga itu akan selalu mengingatkanmu tentangku, mengikat kita selamanya. Akan kujaga dan kusirami dengan hujan dari langit jauh. Aku selalu berharap bunga itu terus tumbuh dan mekar, menjadi prasasati hidup disisa hari tua kita dengan siapapun nanti kamu jalani hidupmu. Aku akan selalu ada menjadi lebih dari napasmu...
Bunga bunga itu akan menjadi puisi yang bisa kita baca kapanpun kita mau, diberanda senja dimana kita selalu menghabiskan malam dalam pelukan berselimut sunyi yang luruh dimatamu. Kekasih, aku mencintaimu, beri aku kesempatan itu...

Love is like a violin. The music may stop now and then, but the strings remain forever - Unknown-



"Ini untukmu...
Hati yang beranjak pergi ke tempat nun jauh, melewati udara, terbilang jarak dari segala bandar udara melewati negeri tetangga.
Lalu kau datang, memberiku cahaya yang tak setahu dunia, cahaya yang membentuk diriku, laksana muasal manusia. Dari tanah liat ditutup salju yang menyerbuk, membatu, menggumpal, kau hibahkan disudut hati, menjadi persatuan cahaya dengan cahaya. 
Seperti cahaya itulah aku mengingatmu"




Pada akhirnya, aku menulis lagi... ada sesuatu disenyummu yang membuatku ingin menulis, entah sudah berapa tahun? tapi senyummu membuatku jadi melupakan tahun tahun terakhir saat aku tak lagi bisa menulis. Senyum itu menikamku seperti panah prajurit Sparta.
Hey, apakah kamu sadar bahwa aku bisa mati jika tak lagi bisa melihat senyum itu? 



Ditulis di Tebet, menuju 20 hari ketika tulisan ini dimulai pertama kali.







Monday, 3 December 2012

Usia Tua Itu Kesalahan Penciptaan Dan Menjadi Tua Adalah Kutukan

Kita adalah manusia pongah yang hidup dalam rencana, membayangkan masa depan, memprediksikan, menalar, menganalisa, mereka-reka semua hal yang belum tentu terjadi. Dalam rencana tersebut tanpa sadar kita berperan bagai dukun yang sok tahu apa yang akan terjadi esok atau seperti tuhan…

 Tapi kita bukan tuhan, dan tuhan, apakah dia menjejak bumi?

Sejujurnya gw gak tau kenapa harus menulis lagi, mengisi blog ini dengan coretan yang entah siapa yang baca? Beberapa teman menanyakan mengapa blog gw udah gak pernah update lagi. Bagi gw itu pujian ditengah keringnya imajinasi.
Mungkin gw kehabisan ide, atau barangkali gw telah dihadapkan pada realitas, kondisi yang memaksa gw tiarap. Membaca tulisan-tulisan lama di blog ini seperti melihat cermin dan menertawakan kekonyolan yang lalu-lalu. Gw pikir, di blog ini udah gak mungkin lagi ada wacana yang bombastis dan hysteria. Hahaha… Apalagi diksi diksi ekstrim yang sinis pada kemapanan. Rocknroll itu permen karet dan rockstar adalah penjual permen itu (loh, kok masih sinis?) hahaha… bercanda bro.

Pada akhirnya hidup ini menjadi drama yang dipenuhi alasan-alasan. Semua hal terjadi kadang tanpa terencana dan berjalan sebagaimana adanya. Sakit, kecewa, marah, senang, bahagia hanya episode yang pasti berlalu.
Malam ini gw menulis lagi, untuk membahagiakan diri sendiri. Mencoba menyapa langit malam yang sedang memuntahkan hujan. Tanpa harus menjulurkan pena tajam atau emosi yang meledak ledak, Tak jua perlu menistakan cara berpikir yang tak sepaham karena semua kebodohan itu hanya menempatkan gw pada posisi sulit. Toh, mereka semua emang bego.. (loh?) hehehe...

Well.. apa yang gw tulis ini bukan berarti gw menyerah dalam pertempuran melawan kenyataan tapi gw udah gak lagi memiliki senjata yang tajam, atau dengan kata lain gw udah gak muda lagi, . Damn It, I’ m old now! 

Tetiba ada pertanyaan? Emang kenapa kalo udah tua? Hmm.. karena tua adalah kesalahan penciptaan dan menjadi tua itu kutukan. Berbahagialah mereka yang muda dan ABG, tanpa mereka sinetron kita gak punya rating hehehe.. :p
Sungguh beruntung mereka yang muda dan labil karena saat saat seperti itu kebijaksanaan cuma kata kata para pecundang.

Gw iri pada anak kecil yang bermain sore tadi, meski sekarang taman bermain itu tak semenarik dulu karena arena permainan di kota hanya ada di mall bukan lagi dilapangan. Thats why,  Masa kecil adalah masa dimana kita hidup tanpa rencana, tanpa takut akan esok, tanpa keraguan dan pertanyaan abstrak “apakah esok matahari masih bersinar?” 
Dunia yang kita lihat saat kecil adalah dunia yang warna warni, tanpa bau dan rasa bosan. Ketika itu dunia menjadi taman bermain yang luas. Dan orang tua adalah satpam yang menjaga arena bermain itu tetap aman.
Tak perlu takut akan pertanyaan, “nak kamu masih perawan?” atau “hati hati nak, jangan hamili anak orang!” Pertanyaan yang paling menyebalkan, “anakku, kapan kamu nikah?” hahaha.
Itulah, mengapa menjadi tua dinegara munafik ini adalah kutukan. :)

Kita tidak ditempatkan didunia ini hanya untuk bekerja, berkembangbiak dan mati, kita hidup didunia untuk bergembira. 

Ah sudahlah, angkat gelas birmu dan teruslah menjadi pemuda-pemudi yang bergembira atau kalo masih sulit bayangkan saja masa kecil, karena masa kecil adalah satu-satunya masa dimana Sokrates dan Beethoven hanya sekedar dongeng…


Jakarta, 2 Desember Dinihari 

eh, gw masih sinis yaa?

Friday, 20 May 2011

gw emang gak tahu, apakah tuhan itu ada atau tidak? tapi cinta gw, nyata buat elo



Sepanjang hari saya berpikir tentang itu, pada malam saya mengatakannya. darimana saya berasal?dan apa yang harus saya lakukan? Saya tidak tahu. jiwa saya dari tempat lain, saya yakin itu, dan saya berniat untuk berakhir di sana - Jalaluddin Rumi-

sebenarnya, gw resah...
adalah elo yang merampas rasa aman gw, seperti ben laden yang membuat bangsa-bangsa besar tak lagi bisa tidur nyenyak, elo mengintip laksana nyamuk dan sering sekali gangguin gw justru saat bantal dan guling siap memberi mimpi,
elo tuh kaya filsafat, bernyala-nyala dan slalu timbulkan ragam interpretasi.
lo buat gw jadi bocah, kesal, senyum, marah, tertawa hingga gw bermain-main sendiri dalam sudut pandang yang tak selalu benar. Seperti ‘wahyu’ yang diklaim berbeda pada setiap zaman, setiap nabi, setiap kitab...

elo hadir di saat abad-abad tak lagi mampu membeda makna, lalu sekawanan burung berterbangan saling memangsa di udara, elo datang menggugat kata, memecah persepsi. Saat itu hujan terurai dalam kemelut, orang-orang memburu hampanya udara, menutup kenyataan,  kerontang pada cengkraman bait-bait. Hidup tapi tak sungguh-sungguh hidup.
elo muncul ketika sore tergantikan, langit berendam suram, waktu itu, elo bilang kalau elo tak kuasa melukis hujan, atau membuka tabir yang terhias suntuk dan noda kutukan, hanya bisa menggambar diri elo sendiri tanpa bingkai.
Utuh, jujur dan karena itu ‘gw tergila-gila pada kesederhanaan yang elo ciptakan..

Ingat dulu, gw bingung..
begitu sulit menerjemahkan binar-binar dimata elo, apa yang elo mau? Apa yang elo benci? Gw gak bisa mengetahuinya dengan sempurna, hanya menebak dan berharap benar, sampe akhirnya gw gagal, kaya heidegger yang gagal menerjemahkan nietzsche, lalu memilih jalan berbeda seperti petrucci yang tak bisa jadi gilmour..
Apa gw harus seperti mereka yaa? yang seenaknya menerjemahkan kitabsuci? menyakini prasangka yang mereka ciptakan sendiri dan menjadi pemanis perang yang ditabuhkan, menguasai asumsi yang mereka bilang kebenaran!
Pernah gw lakuin itu, hehehe.. tapi gw salah lalu elo pun pergi..


"Caramu Mencintai adalah cara Tuhan akan bersama mu." -Jalaluddin Rumi-



Well...
Di sini, ada  bintik  keheningan  yang menggerakan  tangan gw untuk menggali kemenangan yang pernah kita sudahi, tak melulu tentang itu karena ada juga caci maki orang-orang kalah.
Entahlah, sudah berapa lama gw bersembunyi, tenggelam, berserakan dalam memory. Serpihan-serpihan itu kembali gw temukan malam ini pada lagu lama yang sering kita dengar dulu..
lagu lama yang selalu elo dengerin ketika gw selesai diatas stage, lagu cinta, tapi tak hanya tentang kita -ada juga mereka- yang lain!
sayangnya, elo sudah tak disini lagi’ disudut sana ada tangan lain yang mendekap elo, tangan yang dilindungi norma,dihiasi doa dan dibungkus janji bernama pernikahan dan itu bukan gw...
gw ingin belajar sulap lalu menghadirkan elo kembali, hehehe.. andai gw bisa seperti mereka yang menyulap sawah hijau menjadi pusat belanja yang ramai, mengganti ladang menjadi lapangan golf, merampas petani menjadi buruh, manusia menjadi mesin' pasti akan sangat menyenangkan.
Sayangnya, gw bukan raja, hanya seorang pecundang yang tersesat ditempat yang benar..
gw emang gak selalu tahu apakah tuhan itu ada atau tidak? tapi cinta ini, nyata buat elo dan percayalah…‘didalamnya ada Tuhan-


"Siapa yang bisa begitu beruntung? Yang datang ke sebuah danau untuk air dan melihat pantulan bulan" -Jalaluddin Rumi-


musim cepat sekali berganti dan entah udah berapa kalender yang gw habiskan untuk meratapi elo, daun-daun tetap menetes embun walaupun mereka gak lagi hijau. Hembusan angin tetap terasa sejuk meski pabrik dan mall menghalanginya, bulir air masih dingin meskipun gak lagi bening dirampas polusi. Pun gw, masih disini – masih mengingat senja saat elo pergi.
jangan-jangan elo itu mengandung alkohol, entah kenapa setiap memikirkan elo, gw terkapar tak sadarkan diri. Kadang mengejang, kadang menggigil, bahkan kadang-kadang gw merasa sekarat..
Hanya saja, gw tau elo nyata, karena senyum elo manis sekali..
soryy yaa, ternyata gw masih rindu…

ouh iya,..
dulu setiap kita berdebat, gw selalu menertawai apa yang elo percayai.. hehe,
gw emang gak pernah meyakini keberadaan surga dan neraka, namun waktu elo pergi dan gak bisa lagi gw rengkuh, gw betul-betul yakin ada neraka, disini – dihati gw...




Cikarang - menjelang pagi: 20/05/11


 

Friday, 22 April 2011

SEBELUM KIAMAT, BAWAKAN RINDU YANG KUPESAN SEMALAM #pledoi nihilstik#


Hujan deras dari sore, suara yang jatuh ketanah seperti bunyi ketukan nada dengan tempo cepat. Hujan yang menjelma katakata membawa banyak hal tertuang di atas kertas. Essay-essay yang belum sepenuhnya kuselesaikan, perlu beberapa kaleng Heineken untuk membuatnya menjadi menakjubkan. Meski demikian, aku pilih menginap dikediaman para petualang, setengah jiwaku berlari ditengah gelisah yang mengetuk pintu kalam 03.30 dini hari menjadikanku nyala api dalam hujan yang basah...



Kebosanan adalah kejahatan yang paling mengerikan- kata seorang pecundang lama –Baurdilard-



Hey.. apa kabarmu disana??

Pertanyaan itu terus mengejarku sejak pagi, kuyakinkan diri bahwa tanganmu sedang keram hingga tak satupun pesanku terbalas. mungkin kau sedang sibuk? Menghitung bunga bank, menganalisa pergerakan saham, mengkalkulasi penjualan property atau bisa saja kau sedang sibuk mengatur jadwal rendezvous dengan pacar gelapmu.. persetan! aku hanya ingin mempercayai tanganmu keram, hmm.. pulang kantor, aku akan mampir ke apotik dan membelikanmu salep anti keram, agar jemarimu tak lagi bandel dan mau membalas pesanku.. hoho! ;)



Ada rindu disini, menyelinap kedalam paru-paruku, seperti penyakit menggerogotiku menjadi pupus, bagai tikus dikantor milik pemerintah! Perlahan-perlahan menggeliat didarahku, memanggil-mu dalam lagu paling sentimentil, anggap saja seperti rintihan para pencari tuhan. Dari kemarin, kulepas kau mengembara mengikuti rintik hujan, merontokkan dirimu sendiri pada jalan-jalan basah. Kau mencipta jarak, di saat yang sama, kau juga membuat dirimu jauh dari dirimu sendiri, di dekatmu, di dalammu. Jauh dari diri kita masing-masing, mengakrabi keabadian, pada sesuatu yang tak ternamai, nanar dan tak tertundukkan –Keterasingan!



Aku tahu…

Kita menghadapi perang yang sama, mempraktekan hidup setiap hari hampir tanpa warna, rutinitas kerja yang mengambil banyak waktu bahkan untuk tawa dan canda begitu mahal, ironisnya: kita tidak memiliki banyak pilihan atas diri kita, barangkali sebenarnya kita ini tidak sedang hidup, hanya sekedar mempraktekan kematian..

Mungkin kamu bosan mendengar kata-kata bersayapku! Sudahlah, anggap saja aku seorang tak waras yang menertawai kewarasan.. Aku berharap kebosananmu sama seperti kebosananku, bosan dengan para politikus, musik di radio atau jenuh dengan para kritikus bola, betapa jahat kebosanan itu, dan adakah yang lebih subversif dari rasa bosan? akh, siapa yang percaya? bukankah kita ini hidup dalam kebenaran yang sudah ada sejak berabad-abad lampau, bernapas dalam logika mereka, juga hidup dalam bau dan bunyi-bunyian mereka.



Everyone will die but not every one truly live – Wiliam Walace on the movie braveheart





Saat ini, aku dan kau rebah, dilebur ketiadaan dimana kita hanya terhubung oleh kata, dimulai dari sepotong kenangan sederhana dibulan april tahun lalu. Ketika masa muda dirayakan, saat itu cinta menjadi satu-satunya yang suci didunia yang berdosa. Mengenang semua itu, aku beresiko gila, aku harus menyusuri kisah-kisah tak bernama itu dan menggali lagi lamunan-lamunan paling berbahaya didalamnya,

Semoga aku tetap tak sadarkan diri sampai tulisan ini selesai..





“Apa yang kau banggakan dari kehampaanmu?” tanyamu menggelombang dihatiku..

Aku hanya tertawa mendengarnya, sumpah demi iblis! aku tak ingin memperpanjang perdebatan diantara kita yang kuyakin tak akan menemukan ujung.

“Kehampaan itu bukan ketiadaan tapi kosong dan kosong bukan tak ada tapi negasi dari ada”

Kau terdiam, dan angin pun seakan malas berhembus disekitar kita.

“picik sekali” ucapmu. “Sudahlah, terima saja keadaan ini! apa yang kau cari?kebebasan? Apa kau pikir kau bisa bebas? Kebebasan itu takhayul” tukasmu

“apa bagimu aku ini seorang pendosa?”

“mungkin, karena aku tidak tahu apa yang kau inginkan dan apa tujuan dari hidupmu?”

“Bertahan hidup” jawabku singkat.



“Mungkin satu-satunya cara adalah kembali meniti jalan tuhan?” kau mendesis seperti ular.

“apakah tuhan itu?” aku bertanya menuju kedalaman pikiranmu.



“Sebentuk logika dari langit? Ataukah sekumpulan ilusi yang menyerupai mitos?”

Kau hanya menatapku sekilas, lalu mengalihkan dua biji matamu menuju tempat lain, aku bisa merasakan pergumulan dalam dirimu, setiap sudut yang kau ciptakan mengungkap banyak fakta yang tak mampu kulukis dengan kata-kata.

“Begitu bodoh, mereka yang tidak percaya tuhan!” desismu.

“Lebih bodoh lagi mereka yang mengaku percaya tuhan untuk membenarkan ketidaktauan mereka”

“terkutuklah mereka yang menolak keberadaanNYA!”

“Lebih terkutuk mereka yang suka mengatasnamakannya untuk menghakimi orang lain” cibirku.

Mereka bisa saja meledakan seluruh isi bumi dengan bom, granat atau nuklir, mereka mungkin akan ditakuti dengan itu tapi tidak akan membuat mereka dipercaya.



“aku tahu, begitu sulit bagi kita untuk bicara kebebasan didunia penuh dosa ini, dimana moralitas menjadi ukuran bagaimana manusia menolak keberagaman orang lain”



Kau lalu menjauh berbusana kelam, menembus selubung cahaya. Beringsut ke belakang. Seakan membiarkan cahaya menerangi bayang-bayang pepohonan, menari-nari di tengah angin, dihadapan jendela tak berdaun disisi kalender…



“Sejarah bukanlah drama moralitas tentang “yang luhur” dan “yang berdosa”, bukan sekedar pertentangan “yang lain” dan ‘yang sama’. Sejarah juga bukan hanya berisi pertentangan kelas antara buruh dan majikan. Keseluruhan dari sejarah adalah apa yang manusia lakukan!”



“Artinya?” kau bertanya dengan tatapan marah..

“Apa gunanya kau bicara tuhan jika kau melupakan kemanusiaanmu! Apa gunanya kau mengagungkan tuhan jika kau gagal dalam hubungan-hubungan sosialmu, apa gunanya kau selalu merayakan ritual jika disisi lain kau membuat orang lain kelaparan”

Kau hanya terdiam, menyembunyikan kemarahanmu. Aku tahu kata-kataku barusan semakin memperlebar jarak antara kita.

“ tuhan itu sombong dan dia tidak perduli kau memujinya atau tidak? kekuasaannya tidak akan berkurang dengan itu. Dia tidak butuh kau untuk menegakan syariat2nya" ucapmu serak.

"lalu bagimu, apa ada artinya mereka yang berbeda?” sambungku bertanya.

hening...

“apa yang kau miliki” tanyamu setelah hampir 10 menit kau terdiam.

“imajinasi dan aku merdeka didalamnya”

“apa itu caramu mengusir rasa bosan? Atau jangan-jangan kau hanya bersembunyi dari dunia yang kau tolak, akui saja, kau, aku dan kita semua sudah kalah” tuturmu berapi-api.

“ dengan bangga aku bisa bilang, aku tidak kalah! Saat ini aku hanya sedang bersetubuh dengan rasa bosan” kataku.

Kau terperangah, menatapku tengadah.





“nihilistic!” teriakmu menggelombang.

“romantic” sambungku



Sudahlah, mari kita bicara tentang manusia, dan bumi.

Kau melempar pandangan ke arah luar jendela, seperti sedang menunggu sesuatu yang tidak akan pernah datang.

aku hanya bersenandung, memastikan bahwa hanya akan ada sesuatu yang datang untuk kita;

waktu.





Sesungguhnya, tak ada peristiwa dalam sejarah yang tidak bisa diganggu gugat, tak ada peristiwa dalam sejarah yang tak bisa dipertanyakan! Belajarlah untuk berbeda.. ini bukan amerika, bukan kuba, bukan inggris, bukan arab, bukan roma, bukan jerman!

Ini Indonesia. disini, ungu, kangen band, peterpan, radja, armada dan rekan-rekan sejenisnya sedang mendulang sukses…



Jalan itu berdebu, berkarat dan sesak…Jalan yang setiap hari kita lalui, entah berapa banyak peristiwa yang terjadi disana, ragam kata yang melukiskan kemegahan jalan-jalan itu…Seperti hari ini.. Aku melihat jalan itu dengan nanar’ kau sudah tak ada lagi disana, namun dunia akan terus melangkah seperti mesin-mesin industri yang membangun kerajaan capital, pergerakan mesin-mesin yang menopang peradaban juga mengukuhkan rezim dan dinasti, mengeksploitasi alam… mereka hanya berhenti saat dunia ini sudah tak lagi layak ditinggali –

Kiamat

Tuesday, 29 March 2011

Kangen


Sering kubayangkan..

Perempuan-perempuan perkasa berlari menantang matahari, ramai bergandengan menuju bukit tandus digugusan pulau biru, Melewati jalan-jalan kecil dan pasar palawija di keheningan langit jauh...

Kubayangkan pula ladang-ladang karang dan rumah-rumah tua di kota kecil kita yang dirambah dengan paksa. Diinjak kaki-kaki telanjang dengan darah sepanjang zaman! luka dan air mata mewangi dalam harum seribu bunga...

Badai, badai, badai..

Menderu lewat paru-paruku... Menyerbu kelam di laut maha luas, berlayarlah tahun-tahun kembaraku ke segala penjuru mata angin, tapi adakah kau dengar kini biduk rinduku yang sebentar lagi karam menuju jantungmu??

Saturday, 26 February 2011

mungkin diluar sana ada sesuatu untuk jiwaku disuatu tempat dan aku tidak lagi berharap kau berada disana!


Malam ini biru…

Seperti malam minggu 4 bulan belakangan, sejak diriku disini, malam-malam penuh kepulan asap rokok, kesibukan computer, bunyi mesin print dan gorengan di atas meja.

Yaapz! Deadline minggu! karena senin, kantor sudah harus menugaskan para distributor untuk mengedarkan apa yang kami selesaikan malam ini.

Baru saja, aku beradu argument dengan salah seorang temen, seorang sahabat sebenarnya karena bagiku dia adalah sahabat sejak kami memutuskan untuk menempati rumah dinas bersama-sama. Adu argument kali ini cukup menyulut emosi, entahlah… mungkin karena kelelahan begadang membuat sensitifitas kami jadi lebih mudah bergejolak.

Kondisi yang rumit..

beginilah ruang kerja, rencana, target dan pressure adalah moralitasnya!

Meski akhirnya aku menerima kesalahan itu, terpenting bagiku, aku telah menunjukan sikap…

Yaapz! Sama ketika aku memutuskan untuk berada disini dengan menyembunyikan impian, harapan juga hal-hal yang menggairahkanku dimasa lalu. Sikap yang bisa saja kusesali.

Sejujurnya, tak sepenuhnya impian-impian lama itu kuhancurkan, ada sebagian yang kusimpan diatas awan, agar bisa kulihat setiap pagi, karena suatu waktu aku akan membutuhkannya lagi..

Meski ku akui, aku sudah terjebak begitu lama disana. Bermain-main dalam ideal-idealku sendiri sedangkan waktu bergerak tanpa kompromi, ketika aku sadar semua tak bisa merubah apa-apa, hanya menyisakan sesak khususnya orang-orang baik yang kukecewakan, yang akhirnya pergi dan tak mungkin kembali lagi.

Saat ini yang bisa kulakukan adalah bagaimana mencari jalan pulang, aku tidak akan mungkin mampu melakukan hal-hal yang benar jika jalan itu tak berbekas dihadapanku...

Belajar bijaksana, bersikap positif dan menggerus arogansi individualku, karena bisa saja selama ini bukan dunia yang sinis tapi pikiranku sendiri yang sinis hingga membuatku apatis..


Adakalanya, aku merindukan aktifitas-aktifitas lama, ruang kebebasan juga hangatnya hubungan tanpa deal-deal untung-rugi, aktifitas-aktifitas yang membuatku merasa menjadi manusia, disatu sisi itu terus menghantuiku dan mengetuk sisi romantisku, disisi lain aku harus mengorbankan semua itu untuk sementara ini, aku pasti akan kembali kesana, entah suatu hari nanti….


Pernah dulu, aku melihat hujan berteduh dibalik suaramu, senja berlabuh di rambutmu, embun menampakan diri ketika menjalin obrolan dalam kata-katamu, aku menemukan kedamaian, ketenangan disana… hal-hal yang menyenangkanku!

Konyol sekali bahwa kita yang dulu pernah dekat, sekarang berada dijalan yang berbeda, aku juga sudah tidak tahu harus kemana melayangkan kata-kata ini untuk menyapamu..

Kau seperti mendayung perahumu ke barat sedangkan aku masih tersesat ditimur.

Kita sudah begitu jauh! tapi ketahuilah…

Saat ini, aku hanya ingin menyapamu

Hal yang paling ironik adalah aku sudah tidak lagi memiliki ruang itu, kau mengunci pintumu rapat-rapat dan aku telah melakukan pencarian tapi tidak menemukan tanda-tanda kapan tembok yang kau bangun itu runtuh? Semakin keras kumencoba mendobraknya, semakin keras pula perih yang muncul, begitu kokoh benteng-benteng itu dan saat sadar aku malah terjerembab tanpa kebanggaan!

Aku lelah, aku menyerah!

Dalam ketiadaanmu, aku melihat dunia yang beringas…

Seketika, aku pun menyisihkan waktu untuk menghapus segala tentangmu disudut pikiranku. Aku sudah berusaha sekuat yang kubisa tapi bintang menolak bersinar, ada saatnya aku harus menyerah’ apakah ini nyata atau caraku yang salah’ entahlah.. aku butuh sesuatu yang berbeda!

Kurasa aku tak mampu melanjutkan ini lagi..


“ ada apa? Mau cerita apa el yang baik?” katamu saat itu, dengan nada sumringah namun terdengar miris ditelingaku

“ gw gak mau cerita apa-apa, hanya ingin menegaskan sekali lagi bahwa dengan siapapun nanti lo jalani hidup elo, gw tetap senang jika elo bahagia..” jawabku


Matahari sudah nampak, bulan menunduk malu-malu, sambil memutar ulang masalalu dalam setiap adegan yang menyebabkan bintang itu tak mau bersinar saat kutatap, mereka semua pergi tapi kau dapat menemukanku di setiap jalan yang kau lalui..

Hanya jika kau punya waktu, menyisipkan waktu, memberi waktu atau tidak samasekali..

Entahlah’

Aku tahu, kau disana tapi entah menunggu siapa..

Ketahuilah, saat ini aku ingin sekali melihat senyummu, menggenggam tanganmu, terakhir kali.. Sekedar mengucapkan: ‘apa kabar?

Terimakasih pernah menjadi angin yang membawa imajinasiku berhembus…

Kegilaan ini sudah harus dihentikan…

Well, dulu aku berharap kau mau menunjukanku jalan, menemukan cara paling bijaksana untuk memulai kembali semuanya, sekarang ku akui, aku gagal dalam harapan itu…

Mungkin diluar sana ada sesuatu untuk jiwaku disuatu tempat dan aku tidak lagi berharap kau berada disana!